Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer &
Suzanne C, 2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia
A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang
tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau
membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di
bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang
membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini
sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi
yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan
Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan
oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli.
B. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus,
gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral
setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,
mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara
lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien
yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat
dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer &
Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)
C. Pathofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena
aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian
kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan
terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh
darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora
normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan
kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit. (Soeparman, 1991)
D. Manifestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan
bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia
mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada
pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot
aksesorius dan bisa timbul sianosis.(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi
konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).(Sandra M. Nettina, 2001 :
683)
E. Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan
dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta
tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 :
435)
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)
F. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges,
1999 : 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman
oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
(Doenges, 1999 :177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen
atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)
G. Fokus Intervensi
DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
1. Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
2. Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan secret
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas Misalnya:
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels
dan ronki. Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
2. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi Rasional:
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas.
4. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir Rasional: Memberikan pasien
beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan
jebakan udara
5. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan
upaya batuk. Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
6. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung. Rasional: Hidrasi menurunkan
kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman
oksigen.
Tujuan : Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
1. Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
2. Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
1. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan Rasional :Manifestasi
distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status
kesehatan umum
2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
3. Kaji status mental Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat
menunjukkan hipoksemia.
4. Awsi frekuensi jantung/ irama Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat
adanya demam/ dehidrasi.
5. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam
dan menggigil Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
6. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk
efektif Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
7. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi Rasional
:Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal
dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Rasional :Kecepatan
biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman
bervariasi, ekspansi dada terbatas.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius. Rasional
:Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
3. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi. Rasional :Duduk tinggi
memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional :Batuk biasanya
mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
5. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif. Rasional :Dapat
meningkatkan pengeluaran sputum.
6. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan. Rasional :Memaksimalkan bernafas
dan menurunkan kerja nafas.
7. Berikan humidifikasi tambahan Rasional :Memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan
pembersihan.
8. Bantu fisioterapi dada, postural drainage Rasional :Memudahkan upaya
pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam
bronkus.
Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
1. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah). Rasional
:Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
3. Catat lapporan mual/ muntah. Rasional :Adanya gejala ini menurunkan
masukan oral
4. Pantau masukan dan haluaran urine. Rasional :Memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.Rasional :Memperbaiki ststus
kesehatan
DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia,
distensi abdomen.
Tujuan :
1. Menunjukkan peningkatan nafsu makan
2. Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
1. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah. Rasional :Pilihan
intervensi tergantung pada penyebab masalah
2. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu
kebersihan mulut. Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual
3. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan. Rasional
:Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
4. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen. Rasional :Bunyi
usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi
sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada
saluran gastro intestinal
5. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan
yang menarik untuk pasien. Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan
masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
6. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar. Rasional :Adanya
kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap
infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
1. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas. Rasional :Menetapkan
kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
2. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat
3. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat. Rasional :Tirah baring dipertahankan
untuk menurunkan kebutuhan metabolik
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Rasional :Meminimalkan
kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan
Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta
:Balai Penerbit FKUI
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC
Kamis, 24 Maret 2011
BRONCHOPNEUMONIA
22.22
KTI kebidanan
Free Sms Online
My Acount Virtapay.com
http://www.virtapay.com/r/qun
0 komentar:
Posting Komentar