A. Pengertian
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo,
1994 : 193).
B. Etiologi/Penyebabnya
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang
belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne
Prostat Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen
dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
(Roger Kirby, 1994 : 38).
C. Anatomi Dan Fisiologi
Prostat Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi /
mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan bulibuli,
sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma
urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada lakilaki
dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran,
panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm.
Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari : · Jaringan Kelenjar ® 50 - 70 %
Jaringan Stroma (penyangga) · Kapsul/Musculer Kelenjar prostat menghasilkan
cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran
sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang
membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan
bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang
dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang
dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat
mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang
lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak
memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada
terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini
manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
D. Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,
jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit
saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat
meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra
prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat
memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan
anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76). Pada fase-fase awal dari Prostat
Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna.
Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut
Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan
kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan
serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga
tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat
Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra
abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya
melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut
menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah
inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat
dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi
urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Sunaryo, H. 1999 : 11) Gejala Benigne Prostat Hyperplasia Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme.
Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Derajat Benigne Prostat Hyperplasia Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4
derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1. Derajat satu,
Keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang
50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua,
Keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas
badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas
atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
3. Derajat tiga,
Gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih
100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat,
Inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti
gagal ginjal, hydroneprosis.
E. Pengkajian Riwayat Keperawatan
1. Suspect BPH
a. Umur > 60 tahun
2. Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
3. Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah,
intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria
tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
4. BPH
a. Hematuri
F. Pemeriksaan Fisik
1. Perhatian khusus pada abdomen
Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi
dari obstruksi yang lama.
a. Distensi kandung kemih
b. Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik
1) retensi urine
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
c. Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan
pasien ingin buang air kecil
® retensi urine
d. Perkusi : Redup
® residual urine
e. Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya
stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
f. Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur)
® posisi knee chest Syarat : buli-buli kosong/dikosongkan
Tujuan : Menentukan konsistensi prostat Menentukan besar prostat
2. Pemeriksaan Radiologi Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan denganBenigne
Prostat Hyperplasia atau tidak
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Intra Vena Pyelografi ( IVP )
Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
b. BOF
Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d. USG
Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai
pembesaran prostat jinak/ganas
4. Pemeriksaan Endoskopi.
5. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher
buli-buli Q max : > 15 ml/detik ® non obstruksi 10 - 15 ml/detik
a. border line < 10 ml/detik
b. obstruktif
6. Pemeriksaan Laborat
a. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit,
Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel
Darah Merah atau PUS.
b. RFT
Evaluasi fungsi renal
c. Serum Acid Phosphatase
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
Prostat Malignancy
G. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi (retensio urine) baik akut maupun
kronis berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostat/dekompresi
otot detrussor ditandai dengan urine menetes, sering buang air kecil, buang air
kecil sedikit-sedikit tidak bisa mengosongkan kandung kencing secara total,
distensi kandung kencing.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iritasi mukosa/distensi
kandung kencing/kolik renal/infeksi saluran kencing ditandai dengan keluhan
nyeri spasme kandung kemih, perubahan tonus otot, merintih kesakitan.
3. Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan kehilangan status
kesehatan serta penurunan kemampuan sexual ditandai dengan peningkatan
tensi, ungkapan rasa takut
4. Dysfungsi sexual berhubungan dengan obstrusi perkemihan.
5. Kurang pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang
diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya
informasi /terbatasnya informasi/informasi yang keliru ditandai dengan pasien
sering bertanya, perintah yang tidak dituruti dan perkembangan infeksi tidak
dapat dicegah.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering miksi pada malam hari
7. Resiko injury dan resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi perkemihan
8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan Dower
Cateter yang lama
H. Diagnosa Keperawatan Post Operasi
1. Terjadinya perdarahan berhubungan dengan tindakan bedah (reseksi).
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat reseksi
3. Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya yang masih dapat kambuh
lagi. 4. Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan obstruksi saluran
kateter oleh bekuan darah/klot.
4. Resiko terjadinya kelebihan cairan dalam tubuh (Syndroma TUR)
berhubungan dengan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.
I. Perencanaan/Penatalaksanaan
Tujuan: klien tidak akan mengalami berbagai komplikasi dari pengobatan retensi
Urine.
Intervensi: A Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi
hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat. Prostatic massage
Frekuensi coitus meningkat Masturbasi
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan
diuretic mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor
menurun.
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti
histamin, decongestan.
4. Observasi Watchfull Waiting Yaitu pengawasan berkala/follow – up tiap 3 – 6
bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien Indikasi : BPH dengan
IPPS Ringan Baseline data normal Flowmetri non obstruksi
5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan
ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan,
tetapi masih terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”.
Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen
dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
a) Hypoxis rosperi (rumput)
b) Serenoa repens (palem)
c) Curcubita pepo (waluh )
b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :
a) Inhibitor 5 alfa reduktase
b) Anti androgen
c) Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretraprostatika
: Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
6. Bila terjadi retensi urine
a. Kateterisasi Intermiten Indwelling
c. Dilakukan pungsi blass
d. Dilakukan cystostomy Prostetron (Trans Uretral Microwave
Thermoterapy/TUMT)
J. Pembedahan
1. Trans Uretral Reseksi Prostat
90 - 95 % 2. Open Prostatectomy : 5 - 10 % BPH yang besar (50 - 100 gram)
® Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli Besar (>2,5cm),
multiple. Fasilitas TUR tak ada. Mortalitas Pembedahan BPH 0 - 1 %
KAUSA : Infark Miokatd Septikemia dengan Syok Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
Indikasi Pembedahan BPH
a. Retensi urine akut
b. Retensi urine kronis
c. Residual urine lebih dari 100 ml
d. BPH dengan penyulit
1) Hydroneprosis
2) Terbentuknya Batu Buli
3) Infeksi Saluran Kencing Berulang
4) Hematuri berat/berulang
5) Hernia/hemoroid
6) Menurunnya Kualitas Hidup
7) Retensio Urine
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
8) Gangguan Fungsi Ginjal
e. Terapi medikamentosa tak berhasil
f. Sindroma prostatisme yang progresif
g. Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif
1) Flow. Max kurang dari 10 ml
2) Kurve berbentuk datar
3) Waktu miksi memanjang Kontra Indikasi · IMA · CVA akut
Tujuan : · Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher bulibuli
· Memperbaiki kualitas hidup
2. Trans Uretral Reseksi Prostat
90 - 95 % Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.
Keuntungan :
a. Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan
b. Tak perlu insisi pembedahan
c. Hospitalisasi dan penyebuhan pendek
Kerugian :
a. Jaringan prostat dapat tumbuh kembali
b. Kemungkinan trauma urethra (strictura urethra)
c. Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Prostat terlalu besar tetapi tak ada masalah kandung kemih
3. Perianal Prostatectomy
a. Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
b. Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
c. Memperbaiki
komplikasi : laserasi kapsul prostat Suprapubic Atau Tranvesical
Prostatectomy
K. Pre Operatif Care
Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan
memberikan informasi yang akurat pada klien
1. Type pembedahan
2. Jenis anesthesia (TUR – P, general / spina anesthesia)
3. Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).
Persiapan orerasi lainnya yaitu :
1. · Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
2. · Pemeriksaan EKG
3. · Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.
4. · Pemeriksaan Uroflowmetri ® Bagi penderita yang tidak memakai kateter.
5. · Pemasangan infus dan puasa
6. · Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
7. · Pemberian Anti Biotik
8. · Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
L. Post Operatif Care
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring
terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
1. Airway : Bebaskan jalan fafas Posisi kepala ekstensi Breathing : Memberikan
O2 sesuai dengan kebutuhan Observasi pernafasan Cirkulasi : mengukur tensi,
nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada fase awal
(6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
o Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali
o Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus
waspada terjadinya perdarahan segera cek Hb dan lapor dokter.
o Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun,
gelisah atau delir harus waspada terjadinya syndroma TUR segera lapor
dokter.
o Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah
kateter buntu oleh bekuan darah terjadi retensi urine dalam buli-buli lapor
dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna urine yang keluar
dari Urobag.
o Bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya maintennens/dilepas dan bila
produksi urine masih merah spoling diteruskan sampai urine jernih. Bila
perlu Analisa Gas Darah Apakah terjadi kepucatan, kebiruan.
o Cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.
2. Pemberian Anti Biotika ü Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur
urine sebelum operasi steril. Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 –
4 jam sebelum operasi. ü Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai
dower kateter dari hasil kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu,
mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral. Setiap melepas kateter
harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
3. Perawatan Kateter Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat
yaitu folley kateter 3 lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr.
Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan
2. untuk melakukan irigasi/spoling
3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan
merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2
– 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling
lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke
paha bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada
uretra bagian penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah
perdarahan dari prostat yang diambil mengalir di dalam buli-buli,
membeku dan menyumbat pada kateter. Bila terlambat melepas kateter
traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena mengalami
ischemia.
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling
dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan
berjalan urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling
dilepas. Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka
harus diperhatikan miksi penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa
jumlahnya harus diukur dan dicatat atau dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat
obstruksi.
A. TUR – P Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter
dengan retensi balon 30 – 40 ml. Kateter di tarik untuk membantu
hemostasis Intruksikan klien untuk tidak mencoba mengosongkan bladder
Otot bladder kontraksi nyeri spasme CBI (Continuous Bladder Irigation)
dengan normal salin mencegah obstruksi atau komplikasi lain CBI – P.
Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya Ketika kateter diangkat
timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran normal Post TUR – P :
urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat intake cairan
minimal 3000 ml/hari membantu menurunkan disuria dan menjaga urine
tetap jernih.
M. Open prostatectomy
Resiko post operative bleeding pada 24 jam pertama oleh karena bladder spsme
atau pergerakan Monitor out put urine tiap 2 jam dan tanda vital tiap 4 jam
Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting Venous bleeding urine
seperti anggur traction kateter Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound infection,
pelvic abcess Suprapubic prostatectomy Perlu Continuous Bladder Irigation via
suprapubic klien diinstruksikan tetap tidur sampai Continuous Bladder Irigation
dihentikan ü Kateter uretra diangkat hari 3 – 4 post op. Setelah kateter diangkat,
kateter supra pubic di clamp dan klien disuruh miksi dan dicek residual urine,
jika residual urine ± 75 ml, kateter diangkat
N. Evaluasi
Kreteria yang diharapkan terhadap diagnosis yang berhubungan dengan obstruksi
urinari adalah :
1. Mengatasi obstruksi urine tanpa infeksi atau komplikasi yang permanen
2. Tidak mengalami tekanan atau nyeri berkepanjangan
3. Mengungkapkan penurunan atau tak adanya kecemasan tentang retensio urine.
4. Menunjukan tingkat fungsi sexual kembali sebagaimana sebelumnya.
Daftar Pustaka
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC.
Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume
I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press.
Surabaya
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Kamis, 24 Maret 2011
BENIGNE PROSTAT HYPERPLASIA
22.21
KTI kebidanan
Free Sms Online
My Acount Virtapay.com
http://www.virtapay.com/r/qun
0 komentar:
Posting Komentar