~SEMOGA BERMANFAAT BAGI TEMAN-TEMAN YANG YANG SEPROFESI~

Minggu, 27 Maret 2011

GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

Pengertian
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari
defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic
tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara
keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung
dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi
jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang
mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume
darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adlah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal
jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
Etiologi dan Patofisiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-fktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana
sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
dan emboli paru-paru. Pennganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan
pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penykit yang
mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan rteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi
sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi
istem rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini
mungkin memadai untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pad kerj ventrikel
dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengn
berlanjutny gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif.
Penanganan
Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung
dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar
sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban
akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas
biasa. Rejimen penanganan secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik
yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal
jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat
penanganan yang lebih agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan namun
sangat tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jngn sampai
memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini
telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap
latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan
flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas
yang ketat untuk mengendalikan gejala.
Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi,
Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan
keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya
kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK
selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada
dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema
(umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada
otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat
saluran kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
Diagnosa Keperawatan
13. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural, ditandai dengan ;
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode
dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat
menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse alternan.
Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF
lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak
dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori
GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
14. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan,
kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi
jantung tidak dapat membaik kembali,
15. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan,
hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima,
berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.
Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan natrium.
16. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran
kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.,
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.
Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
17. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan
gangguan status nutrisi.
Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
18. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi,
terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan :
Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah
komplikasi.
Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan.
Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa
baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko
eksaserbasi gejala.
Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan
dirumah.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHF
CHF (CONGESTIF HEART FAILURE)
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Gagal jantung disebut juga CHF (Congestive Heart Failure) atau Decomp Cordis.
· Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk matabolisme jaringan. (Sylvia A Price dan
Lorraine M.Wilson.1995:583)
· Gagal jantung adalah suatu keadaan ketidakmampuan untuk memompakan darah
keseluruhan tubuh sesuai dengan kebutuhan metabolisme. (National Cardiovasculer
Harkit.2001:119)
· Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan sirkulasi yang
adekuat, ditandai dengan dispneu, dilatasi vena dan edema. (Kamus Kedokteran
Dorland.1998:291)
Kesimpulan:
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal jantung adalah
keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh sesuai
dengan kebutuhan.
2. Anatomi dan Fisiologi
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan susunannya
sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar
kesadaran.
· Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis cordis.
Disebelah bawah agak runang disebut apex cordis.
· Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah kiri bawah
dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya dibelakang kiri ICS 5
dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat itu teraba adanya pukulan
jantung yang disebut Ictus Cordis.
· Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300 gram.
· Lapisan
Endokardium :Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung.
Miokardium :Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi.
Perikardium :lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah sehingga
dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa kanan.
Pompa jantung kiri: peredaran darah yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai
dari ventrikel kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula-vena cava superior dan inferioratrium
kanan.
Pompa jantung kanan: peredaran darah kecil yang mengalirkan darah ke pulmonal,
dimulai dari ventrikel kanan-arteri pulmonalis-4 vena pulmonalis-atrium kiri.
Gerakan jantung terhadap dua jenis, yaitu konstriksi (sistol) dan relaksasi (diastole) dari
kedua atrium, terjadi serentak yang disebut sistol atrial dan diastole atrial. Konstriksi ventrikel kira-kira 0,3 detik dan tahap dilatasi selama 0,5 detik. Konstriksi kedua atrium pendek, sedang konstriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong dari vantrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.
Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama, tapi tugasny hanya
mengalirkan darah ke sekitar paru-paru dimana tekanannya lebih rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pompa jantung
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan aliran jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah jantung (CO/Cardiac Output)
adalah fungsi frekuansi jantung (HR) dan volume sekuncup (SV/Stroke Volume)
Frekuensi janung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
system saraf akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan maslah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahanka.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi jantung tergantung
pada 3 faktor yaitu:
· Preload :adalah sinonim dengan hokum starling pada jantung yang menyatakan jumlah
darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
regangan otot jantung.
· Kontraktilitas :mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
· Afterload :mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompakan darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
3. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis, yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta
dan cacat septum ventrikel dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium pada keadaan dimana
terjadi penurunan pada infark miokardium dan cardiomiopati. Selain ketiga makanisme
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, ada factor fisiologis lain yang dapat pula
mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Factor-faktpr yang mengganggu
pengisisan ventrikel seperti stenosis katup atrioventrikuler dapat menyebabkan gagal
jantung.
Penyebab gagal pompa jantung secara menyeluruh:
a. Kelainan mekanis
· Peningkatan beban tekanan
Ø Sentral (stenosis aorta)
Ø Perifer (hipertensi sistemik)
· Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, peningkatan beban awal)
· Obstruksi terhadap ventrikel (stenosis mitralis atau trikuspidalis)
· Tamponade pericardium
· Restruksi endokardium atau miokardium
· Aneurisma ventrikel
· Dis-sinergi ventrikel
b. Kelainan miokardium
1) Primer
· Kardiomiopati
· Miokarditis
· Kelainan metabolic
· Toksisitas (alcohol, kobalt)
· Preskardia
2) Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis)
· Kekurangan 02
· Kelainan metabolic
· Inflamasi
· Penyakit sistemik
· Penyakit paru obstrusi menahun (PPOM)
c. Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
· Henti jantung
· Fibrilasi
· Tachycardia atau bradicardia yang berat
· Asim kronis listrik, gangguan konduksi
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya.
Namun dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Ortopnea, yaitu sesak saat berbaring
b. Dyspnea On Effert (DOE), yaitu sesak bila melakukan aktivitas
c. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND), yaitu sesak napas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk
d. Berdebar-debar
e. Lekas capek
f. Batuk-batuk
Gambaran klinis gagal jantung kiri:
a. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
b. Pernapasan cheyne stokes
c. Batuk-batuk
d. Sianosis
e. Suara sesak
f. Ronchi basah, halus, tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
g. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
h. BMR mungkin naik
i. Kelainan pada foto roentgen
Gambaran klinis gagal jantung kanan:
a. Edema pretibia, edema presakral, asites dan hydrothorax
b. Tekanan vena jugularis meningkat (hepato jugular refluks)
c. Gangguan gastrointestinal, anorexia, mual, muntah, rasa kembung di epigastrium
d. Nyeri tekan mungkin didapati gangguan fungsi hati tetapi perbandingan albumin dan
globulin tetap, splenomegali, hepatomegali
e. Gangguan ginjal, albuminuria, silinder hialin, glanular, kadar ureum meninggi (60-
100%), oligouria, nocturia
f. Hiponatremia, hipokalemia, hipoklorimia
5. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:
1) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan
dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan
oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan supply oksigen miokardium.
2) Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh.
Factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negative
menjadi batas positif.
Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah:
a. Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan
kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
b. Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas
sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan
secara cepat keluar dari kapiler.
6. Test Diagnostik
Kegagalan jantung diagnosa khas berdasarkan temuan-temuan, tanda-tanda dan gejala
klinis dan diketahui. Factor-faktor pencetus, test diagnostic yang dilakukan antara lain:
a) Electrocardiogram (ECG)
Hipertrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola
mungkin terlihat dysritmia misalnya: tachycardia, fibrilasi atrial.
b) Sonogram
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau struktur
katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikel.
c) Scan jantung (multigooted adivisiton (MUGA))
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan geraka dinding.
d) Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dna membantu membedakan gagal jantung sisi
kanan versus kiri dan stenosis katup atau insufisiensi juga mengkaji potensi arteri
koroner. Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan
perubahan kontraktilitas.
e) Rontgent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertropi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan
tekanan pulmonal abnormal misalnya: pulgus pada pembesaran jantung kiri dapat
menunjukkan aneurisma ventrikel.
f) Enzim hepar
Meningkat dalam gagal atau kongesti hepar.
g) Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
h) Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika gagal jantung kiri akut memperburuk
PPOM atau gagal jantung kiri kronis.
i) AGD
Gagal ventrikel ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia
sengan peningkatan PCO2 akhir.
j) Kreatinin
Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal.
k) Albumin/transforin serum
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan syntesis
dalam hepar yang mengalami kongesti.
l) HSD
Mungkin menentukan anemia, polysitemia atau perubahan kepekatan menandakan retensi
air mungkin meningkat, menunjukkan infark akut.
7. Penatalaksanaan
a. Istirahat
b. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
c. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini
pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan
edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah
namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak
ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling berganti ), dan
takikardia atria proksimal
d. Pemberian Diuretic, yaitu unutuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak mengganggu istirahat pasien
pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami
kehilangan cairan setelah pemberian diuretic, pasien juga harus menimbang badannya
setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi
e. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan
f. Pemberian oksigen
g. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk mengurangi impedansi
(tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.
8. Klasifikasi
gagal jantung berdasatkan derajat fungsional:
Kelas I :timbul gejala sesak pada aktivitas fisik yang berat, aktivitas sehari-hari tidak
terganggu.
Kelas II :timbul gejala sesak pada aktivitas sedang, aktivitas sehari-hari sedikit
terganggu.
Kelas III :timbul gejala sesak pada aktivitas ringan, aktivitas sehari-hari terganggu.
Kelas IV :timbul gejala sesak pada aktivitas sangat ringan atau istirahat.
Sumber: Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler Bidang Pelatihan Harapan Kita).
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada CHF
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Makanan atau cairan
Gejala:
· Kehilangan nafsu makan
· Mual dan muntah
· Pembengkakan pada ekstremitas
· Diit tinggi garam atau lemak, gula dan kafein
c. Eliminasi
Gejala:
· Penurunan berkemih, urin berwarna gelap
· Berkemih pada malam hari
· Diare atau konstipasi
d. Aktivitas istirahat
Gejala:
· Keletihan atau kelelahan terus-menerus sepanjang hari
· Insomnia
· Nyeri dada dengan aktivitas
e. Sirkulasi
Gejala:
· Riwayat hipertensi
· Bedah jantung
· Anemia
· Endokarditis
f. Integritas ego
Gejala:
· Ansietas, kuatir dan takut
· Stress yang berhubungan dengan penyakit
g. Kenyamanan
Gejala:
· Nyeri dada, angina akut atau kronis
· Sakit pada otot
h. Pernapasan
Gejala:
· Dyspnea pada saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal
i. Interaksi social
Gejala:
· Penurunan keikutsertaan dalam aktifitas social yang bias dilakukan
j. Keamanan
Gejala:
· Perubahan dalam fungsi mental
· Kehilangan kekuatan atau tonus otot
· Kulit lecet
2. Diagnosa Keperawatan
1) Curah jantung menurun b.d
· Perubahan kontraktilitas miokardial atau perubahan inotropik.
· Perubahan frekuensi, irama, konduksi jantung.
· Perubahan struktural. (mis: kelainan katup, aneurisma ventrikel)
Intervensi:
Intervensi
Rasional
1. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas jantung.
2. Catat bunyi jantung.
S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3 sebagai aliran ke dalam serambi
yaitu distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer.
Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan
pengisisan jantung.
4. Pantau tekanan darah.
Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan
pengisisan jantung.
5. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau konsentrasi urine.
Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi
pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
6. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah
jantung.
7. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen dan
penurunan venous return.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat diuretic dan cairan.
Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.
2) Intoleransi aktivitas b.d
· Kelemahan, kelelahan.
· Perubahan tanda vital, adanya dysritmia.
· Dyspnea.
· Pucat.
· Berkeringat.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan
vasodilator, diuretic.
Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat.
Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung.
3. Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker, traquilizer, sedative), nyeri
dan program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan istirahat.
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard.
6. Implementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas.
Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai kerja jantung atau konsumsi oksigen
berlebih. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfungsi jantung
tidak dapat baik kembali.
3) Kelebihan volume cairan b.d
· Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium dan air.
Intervensi
Rasional
1. Pantau keluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi
Keluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari) karena penurunan
perfusi ginjal.
Sumber : http://stikep.blogspot.com
Design by Defa Arisandi, A.Md.Kep
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau berlebih
(hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada.
3. Berikan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisidan imobilisasi
dan tirah baring yang lama.
4. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan atau bunyi napas tambahan contoh
krekels, mengi atau batuk.
Kelebihan cairan sering menimbulkan kongersti paru. Gejala edema paru dapat
menunjukkan gagal jantung kiri akut.
5. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuetik, cairan dan elektrolit.
Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi.
7. kolaborasi dengan ahli gizi.
Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
4) Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi b.d
· Perubahan membrane kapiler-alveolus, contoh pengumpulan atau perpindahan cairan ke
dalam area interstitial atau alveoli.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels.
Menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan
untuk.
2. Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam.
Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Dorong perubahan posisi.
Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan tirah baring 20-300 posisi semi fowler.
Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan dan meningkatkan inspaksi paru
maksimal.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2 dan laksanakan sesuai indikasi.
Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang dapat memperbaiki atau menurunkan
hipoksia jaringan.
6. Laksanakan program dokter dalam pemberian obat seperti diuretic dan bronkodilator.
Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran gas, meningkatkan aliran
oksigen dengan mendilatasi jalan napas dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk
menurunkan kongestif paru.
5) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d
· Tirah baring.
· Edema, penurunan perfusi jaringan.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
1. Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area sirkulasinya terganggua
atau pigmentasi atau kegemukan.
Kerana gangguan sirkulasi perifer kulit beresiko imobilisasi fisik dan gangguan status
nutrisi.
2. Pijat area kemerahan
Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
3. Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif.
Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
4. Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban.
Kulit terlalu kering dan lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
5. Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai kebutuhan.
Sepatu terlalu sempit dapat menyebabkan edema dependen. Meningkatkan resiko
tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
6. Hindarai obat intramuscular.
Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit atau terjadinya infeksi.
6) Kurang pengetahuan b.d
· Kurang pemahaman atau kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung.
Intervensi
Rasional
1. Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan
pasien dari fungsi normal. Jelaskan perbedaan antara serangan jantung dan gangguan
jantung kongestif.
Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan dan program
pengobatan.
2. Kuatkan rasional pengobatan.
Pemahaman program obat dan pembatasannya dapat meningkatkan kerjasama untuk
mengontrol gejala.
3. Dapat tetap menjalankan aktivitas tetapi jangan sampai kelelahan tetapi tetap istirahat.
Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi melemahkan jantung.
Daftar Pustaka
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran
Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC,
Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.


Sabtu, 26 Maret 2011

HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ANEMIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2005 yaitu 262/100.000 Kelahiran Hidup. Adapun faktor penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, eklampsi, Infeksi dan penyebab tidak langsung yaitu anemia.(www.blogspot.com)
Menurut WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20%-89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. How Swie Tjioeng menemukan angka anemia kehamilan 3,8% pada trimester I, 13,6% pada trimester II, dan 24,8% pada trimester III. Akrib Sukarman menemukan sebesar 40,1% di Bogor. Bakta menemukan 50,7% di Puskesmas kota Denpasar sedangkan Sindu menemukan 70% ibu hamil di Indonesia menderita anemia kurang gizi. Pada pengamatan lebih lanjut menunjukan bahwa anemia dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi. Penyebab anemia ibu hamil didaerah pedesaan adalah malnutrisi atau kekurangan gizi; kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah.(Manuaba, 1998 )
Menurut Ikatan Bidan Indonesia (2000) dikutip oleh Herlina dan Djamilus (2008: 1)yang menjadi faktor penyebab anemia dalam kehamilan adalah ketidak tahuan ibu dan faktor sosial ekonomi yang rendah juga memegang peranan penting kaitannya dengan asupan gizi ibu selama hamil. (Herlina dan Djamilus, 2008: 1)
Berdasarkan status pendidikan, kebanyakan ibu hanya sampai sekolah dasar, bahkan ada yang tidak bersekolah. Rendahnya pendidikan ibu akan berdampak pada rendahnya pengetahuan ibu yang berpengaruh pada keputusan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah pengetahuan ibu, makin sedikit keinginannya untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pendidikan ibu adalah faktor yang cukup berpengaruh terhadap terjadinya anemia.(www.skrpsistikes.wordpress.com)
Maka dari itu faktor umur dan pendidikan ibu mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pemeliharaan kesehatan. (Notoatmodjo,2003). Status gizi ibu hamil akan sangat berperan dalam kehamilan baik terhadap ibu maupun janin, salah satu unsur gizi yang penting ketika hamil adalah zat besi. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500mg.(Lubis,2003).
Berdasarkan data hasil posyandu di Desa Cerme pada akhir tahun 2009 dari 121 ibu hamil terdapat 30 ibu hamil ( 24 %) yang menderita anemia. Ibu hamil yang menderita anemia berat yaitu 4 orang (3,3%),dan anemia sedang yaitu 9 orang ( 7,4%),anemia ringan yaitu 14 orang (14,05%), sedangkan 91 ibu hamil (75,21%) yang tidak menderita anemia. Melihat hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui “ Hubungan Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di Desa Cerme, Kecamatan Cerme, Kabupaten Bondowoso pada Tahun 2010 “.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : ” Adakah Hubungan antara pendidikan Ibu Hamil Dengan Kejadian Anemia Di Desa Cerme Puskesmas Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso Tahun 2010 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan pendidikan Ibu Hamil Dengan Kejadian Anemia Di Desa Cerme puskesmas Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pendidikan ibu hamil Di Desa Cerme puskesmas Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
2. Mengidentifikasi anemia ibu hamil Di Desa Cerme puskesmas Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso
3. Menganalisa Pendidikan Ibu Hamil dan Kejadian Anemia Di Desa Cerme puskesmas Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
1. 4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga dan wadah latihan untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan dan penanggulangan faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian ibu hamil.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan tentang anemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Pada kehamilan anemia terjadi dikarenakan kurangnya zat besi dan asam folat dalam makanan ibu. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional, karena dapat mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, serta mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil biasanya disebut dengan “potential denger to mother and child” yaitu suatu potensial yang membahayakan ibu dan anak.( Manuaba,1998)
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas. Pengaruh anemia saat kehamilan dapat berupa abortus, persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini (KPD). Pengaruh anemia saat persalinan dapat berupa partus lama, gangguan his dan kekuatan mengedan serta kala uri memanjang sehingga dapat terjadi retensio plasenta. Pengaruh anemia saat masa nifas salah satunya subinvolusi uteri, perdarahan post partum, infeksi nifas dan penyembuhan luka perinieum lama.
Ariawan (2001) menuturkan bahwa anemia gizi pada kehamilan adalah kondisi ketika kadar hemoglobin lebih rendah dari pada normal karena kekurangan satu atau lebih nutrisi esensial. Selain itu didaerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi atau kekurangan gizi; kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar masyarakat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. (Depkes RI, 2002).
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi - potensi manusiawi masyarakat baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. (pakguruonline.pendidikan.net)
Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan berkurangnya lokasi dan untuk pembelian makanan sehari-hari sehingga mengurangi jumlah dan kualitas makanan ibu perhari yang berdampak pada penurunan status gizi. Gangguan gizi yang umum pada perempuan adalah anemia, karena secara fisiologis mengalami menstruasi tiap bulan. Sumber makanan yang diperlukan untuk mencegah anemia umumnya berasal dari sumber protein yang lebih mahal, dan sulit terjangkau oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Kekurangan tersebut memperbesar risiko anemia pada remaja dan ibu hamil serta memperberat risiko kesakitan pada ibu dan bayi baru lahir. Anemia berperan terhadap tingginya angka kematian ibu hamil dan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Pemerintah berusaha menanggulangi anemia gizi dengan membentuk suatu program yang potensial yakni pendistribusian tablet Fe, namun prevalensi anemia pada ibu hamil tetap tinggi. Penelitian ini menunjukan bahwa sekitar 53% responden berpendidikan SLTP, 56,7% responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang anemia. (www.reladgrahacendikia.wordpress.com)
2.2 Definisi Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi dan asam folat dalam makanan ibu. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional, karena dapat mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, serta mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil biasanya disebut dengan “potential denger to mother and child” yaitu suatu potensial yang membahayakan ibu dan anak.( Manuaba,1998)
Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia pada kehamilan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua. Penurunan sedang kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambah volume plasma yang relatif lebih besar dari pada penambahan masa hemoglobin dan volume sel darah merah. Ketidak seimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama digunakan untuk menerangkan proses ini kurang tepat dan sayangnya ditinggalkan. Pada kehamilan tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara masa hemoglobin terus meningkat.
Walaupun sedikit lebih sering dijumpai pada wanita hamil dari kalangan kurang mampu, anemia tidak terbatas hanya pada mereka. Frekuensi anemia selama kehamilan sangat bervariasi, terutama bergantung pada apakah selama hamil wanita yang bersangkutan mendapat suplemen besi. (www.one.indoskripsi.com).
2.2.1 Kebutuhan zat besi pada wanita hamil
Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki – laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mgr. Di samping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Sebagai gambaran berapa bayak kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan perhatikan bagan sebagai berikut :
Meningkatkan sel darah ibu 500 mgr Fe
Terdapat dalam plasenta 300 mgr Fe
Untuk darah janin 100 mgr Fe
Jumlah 900 mgr Fe
Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relative terjadi menimbulkan anemia pada hemodilusi ( pengenceran ) dengan meningkatkan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30%, dan hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr% maka akan terjadi hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10%.
Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan perdarahan ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mgr. Saat laktasi, ibu masih memerlukan kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik.
2.2.2 Diagnosis anemia pada kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang – kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Pemeriksaan dan Pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat Hb (sahli). Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Hb 11 gr% : Tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu – ibu hamil di puskesmas.(manuaba,1998)
2.2.3 Faktor – faktor Anemia
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan darah adalah sebagai berikut :
a. Komponen ( bahan ) yang berasal dari makanan terdiri dari :
• Protein, glukosa, lemak
• Vitamin B12,B6, Asam folat, dan Vit.C
• Elemen dasar: Fe, ion Cu dan Zink
b. Sumber pembentukan darah
• Sumsum tulang
c. Kemampuan resorbsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan.
d. Umur sel darah merah ( eritrosit ) terbatas sekitar 120 hari. Sel – sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah yang baru.
e. Terjadinya perdarahan kronik ( menahun).
• Gangguan menstruasi
• Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip serviks.
• Parasit dalam usus : askariasis, ankilostomiasis, taenia.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, anemia dapat digolongkan menjadi:
1. Anemia defiensi besi ( kekurangna zat besi )
2. Anemia megaloblastik ( kekurangan vitamin B12)
3. Anemia hemolitik ( pemecahan sel – sel darah lebih cepat dari pembentukan)
4. Anemia hipoplastik ( gangguan pembentukan sel – sel darah )
( manuaba, 1998)
2.2.4 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Terdapat banyak jenis anemia dengan penyebab yang berbeda:
Pembagian Anemia Dalam Kehamilan
1. Anemia defisiensi besi
Terjadi sekitar 62,3 % pada kehamilan. Merupakan anemia yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Hal ini disebabkan oleh kurang masuknya unsur besi dan makanan, karena gangguan resorbsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam kehamilan terutama pada trimester terakhir. Keperluan zat besi untuk wanita tidak hamil 12 mg, wanita hamil 17 mg dan wanita menyusui 17 mg.
Tanda dan gejala:
• Memiliki rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, dan mudah patah
• Lidah tampak pucat, licin dan mengkilat, berwarna merah daging, stomatitis angularis, pecah-pecah disertai kemerahan dan nyeri sudut mulut
Ciri-ciri anemia defisiensi besi
• mikrositosis
• hipokromasia
• anemia ringan tidak selalu menimbulkan ciri khas bahkan banyak yang bersifat normositer dan normokrom
• kadar besi serum rendah
• daya ikat besi serum meningkat
• protoporfirin meningkat
• tidak dtemukan hemosiderin dalam sumsum tulang.
2. Anemia megaloblastik
Terjadi pada sekitar 29 % pada kehamilan. disebabkan oleh defisiensi asam folat, jarang sekali terjadi karena defisiensi vitamin B12. Hal itu erat hubungannya dengan defisiensi makanan.
Gejala-gejalanya:
• Malnutrisi
• Glositis berat (Lidah meradang, nyeri)
• Diare
• Kehilangan nafsu makan
Ciri-ciri anemia megaloblastik
• megaloblast
• promegaloblast dalam darah atau sumsum tulang
• anemia makrositer dan hipokrom dijumpai bila anemianya sudah berat. Hal itu disebabkan oleh defisiensi asam folat sering berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan
3. Anemia hemolitik
Terjadi pada sekitar 0,7 % kehamilan. Disebabkan oleh pengancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pada pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila hamil maka biasanya anemia menjadi berat. Sebaliknya mungkin pula kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia. Anemia hemolitik dibagi menjadi 2 golongan besar:
1. disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler seperti thalasemia, anemia sel sabit, sferositosis, eliptositosis, dll.
2. disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler seperti defisiensi G-6 Fosfat dehidrogenase, leukimia, limfosarkoma, penyakit hati dll.
Gejala proses hemolitik
• anemia
• hemoglobinemia
• hemoglobinuria
• hiperbilirubinuria
• hiperurobilirubinuria
• kadar sterkobilin dalam feses tinggi, dll
4. Anemia hipoplastik
Terjadi pada sekitar 8 % kehamilan. Disebabkan oleh sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan belum diketahui dengan pasti. Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita tersebut telah selesai masa nifas akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya biasanya wanita mengalami anemia hipoplastik lagi.
Ciri-ciri
• pada darah tepi terdapat gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folat atau vitamin B12.
• Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata.
2.2.5 Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron.
2.2.6 Etiologi Anemia Pada Kehamilan
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
c. Kurangnya zat besi dalam makanan.
d. Kebutuhan zat besi meningkat.
e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.
selain itu anemia juga disebabkan oleh:
1.Kekurangan zat besi
2.vitamin B12 atau asam folat
3.Kerusakan pada sumsum tulang atau ginjal
4.Kehilangan darah akibat pendarahan dalam atau siklus haid perempuan
5.Penghancuran sel darah merah (anemia hemolitik)
6.Infeksi HIV
7.Kekurangan zat besi
8.Perdarahan
9.Genetik
10. Kekurangan vitamin B12
11. Kekurangan asam folat
12. Pecahnya dinding sel darah merah
13. Gangguan sumsum tulang
2.2.7 Gejala Klinis
Menurut Manuaba,1998. Anemia timbul perlahan-lahan. Pada awalnya gejala yang ada mungkin ringan atau tidak ada sama sekali. Saat gejala bertambah berat dapat timbul gejala seperti :
1.Rasa lelah (sering sekali)
2.Lemas (sering sekali)
3.Pusing
4.Sakit kepala
5.Kebas atau dingin pada telapak tangan atau kaki
6.Kulit pucat
7.Denyut jantung yang cepat atau tidak teratur
8.Napas pendek
9.Nyeri dada
10.Tidak optimal saat bekerja atau di sekolah
11.Rewel
Gejala - gejala ini dapat muncul karena jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah yang berisi oksigen ke seluruh tubuh.
2.2.8 Diagnosis
Diagnosis anemia dalam kehamilan untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dapat dilakukan dengan:
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan kimia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juga ditanya untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh, antara lain:
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)
c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus
d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
e. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
3. Pemeriksaan laboratorium hematologi
a. Tes penyaring
1. Kadar hemoglobin
1.1 Peralatan pemeriksaan kadar Hb.
1)Hb Sahli
Hemoglobinometer (hemometer) Sahli menurut Depkes RI (1998) terdiri dari:
1.Gelas berwarna sebagai warna standar
2.Tabung hemometer dengan pembagian skala putih 2 sampai 22. Skala merah untuk hematokrit.
3.Pengaduk dari gelas
4.Pipet sahli yang merupakan kapiler dan mempunyai volume 20/μ1.
5.Pipet Pasteur
6.Kertas saring/tissue/kain kasa kering
7.Jarum steril
2)Tallquist
Ketersediaan alat Tallquist menurut Depkes RI (1994) terdiri dari :
1.Jarum steril
2.Kertas buku tallquist
1.2 Bahan pemeriksaan Kadar Hb
Ketersediaan bahan pada pemeriksaan kadar Hb meliputi menurut Depkes RI (1998) :
1.2.1 Hb sahli
1)Reagen
1.Larutan HCL 0,1 N
2.Aquades
2)Alkohol 70%
1.2.2 Tallquist
Ketersediaan bahan menurut Depkes RI (1994)
Alkohol 70%
2. Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
3. Hapusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin
1. Laju endap darah
2. Hitung deferensial
3. Hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus
1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin
2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
3. Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb
4. Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia
4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri
5. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Biopsy kelenjar dan PA
b. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan

2.2.9 Pengobatan Anemia dalam kehamilan
Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data - data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya infeksi parasit. Pengobatan infeksi untuk cacing relative mudah dan murah. Pemerintah telah menyediakan preparat besi untuk dibagikan kepada masyarakat sampai ke posyandu. Contoh preparat Fe diantaranya Barralat, Bionsanbe, Iberet, Vitonal, dan Hemavition. Semua preparat tersebut dapat dibeli dengan bebas.(Manuaba,1998)
2.2.10 Pengaruh anemia pada kehamilan
Bahaya selama kehamilan :
- Dapat terjadi karena abortus
- Persalinan prematur
- Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
- Mudah terjadi infeksi
- Ancaman decompensasi cordis (Hb < 6gr%)
- Mola hidatidosa
- Hiperemesis gravidarum
- Perdarahan antepartum
- Ketuban pecah dini

2.2.11 Standar Asuhan Kebidanan
Penetapan Standar Asuhan Kebidanan salah satunya bertujuan agar seluruh tindakan/ kegiatan pelayanan yang dilakukan masih sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya sebagai bidan. Standar ini mencangkup keseluruhan pelayanan bidan mulai dari kehamilan sampai dengan nifas, salah satunya adalah mengenai pengelolahan anemia dalam kehamilan yang seharusnya memang bisa dilakukan secara optimal seperti halnya standar – standar lain di dalam Standar Asuhan Kebidanan.
2.2.11.1.1 Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada kehamilan menurut Depkes RI (2005).
a)Pernyataan Standar
Bidan Melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan yang berlaku.
b)Hasil
1)Ibu hamil dengan anemia berat segera dirujuk
2)Penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia
3)Penurunan jumlah bayi baru lahir dengan anemia/BBLR
c)Prasyarat
1)Ada pedoman pengelolaan anemia pada kehamilan.
2)Bidan mampu :
Mengenali dan mengelola anemia pada kehamilan
Memberikan penyuluhan gizi untuk mencegah anemia.
3)Alat untuk mengukur kadar Hb yang berfungsi baik.
4)Tersedia tablet Zat Besi dan Asam Folat
5)Obat anti malaria ( di daerah endemis malaria)
6)Obat cacing
7)Menggunakan KMS ibu hamil, kartu ibu.
2.3 Konsep Teori Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar masyarakat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. (Depkes RI, 2002).
2.3.1 Pengertian Tingkat Pendidikan
Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003:50) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum. Dewey (2003 ) sendiri memandang pendidikan suatu proses perkembangan, pemeliharaan, dan pengadaan dan dalam arti luas pendidikan merupakan alat untuk menjamin kelangsungan atau kontinuitas hidup. Menurut Muhammad (2002) bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang, maka cara berkomunikasi seseorang tersebut akan berpengaruh karena jika ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri dari, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan.
2.3.2 Tujuan Pendidikan
Tirtahardja dan Sulo (1995) menyatakan bahwa: tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai – nilai yang baik, luhur, benar, dan indah untuk kehidupan. Oleh sebab itu, pendidikan mempunyai 2 fungsi yaitu dapat memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan serta merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan ini mempunyai sifat yang abstrak, karena memuat nilai – nilai yang sifatnya abstrak. Dan juga bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas, hal ini menyebabkan sulitnya dilaksanakan dalam kegiatan praktek. Pendidikan dalam kegiatan praktek. Pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada masyarakat dalam kondisi tertentu, tempat tertentu dan waktu tertentu, dengan menggunakan alat tertentu. Pelaksanaannya hanya mungkin apabila tujuan yang ingin dicapai itu dibuat secara jelas, konkrit, dan lingkup kandungannya terbatas. Jadi, tujuan – tujuan umum ini perlu dirinci sehingga menjadi tujuan yang lebih khusus dan terbatas, sehingga memudahkan untuk direalisasikan dalam praktek. Menurut Tirtahardja dan Sulo (1995), ada beberapa hal yang menjadi sebab mengapa tujuan khusus ini diperlukan, yaitu :
1. Pengkhususan tujuan memungkinkan dilaksanakannya tujuan umum
melalui proses pendidikan.
2. Adanya kekhususan dari peserta didik, yaitu berkenaan dengan jenis
kelamin, pembawaan dan minatnya, kemampuan orang tuanya,
lingkungan masyarakatnya.
3. Kepribadian yang menjadi sasaran untuk dibentuk atau dikembangkan
bersifat kompleks sehingga perlu dirinci dan dikhususkan, aspek apa yang
dikembangkan.
4. Adanya tahap-tahap perkembangan pendidikan (Taman Kanak-Kanak,Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, Sekolah Menengah Tingkat Atas, Perguruan Tinggi).
5. Adanya kekhususan masing-masing lembaga penyelenggaran pendidikan
seperti pendidikan kesehatan, pertanian, dan lain-lain, atau jalur
pendidikan luar sekolah.
6. Adanya tuntutan persyaratan pekerjaan di lapangan yang harus dipenuhi
oleh masyarakat sebagai pilihannya.
7. Diperlukannya teknik tertentu yang menunjang pencapaian tujuan lebih
lanjut, misalnya membaca dan menulis dalam waktu yang relatif pendek.
8. Kemampuan yang ada pada pendidik.
2.3.3 Jenjang Pendidikan
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia tahun 2003 nomor 20 pasal 13 yang dimaksud dengan jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Sedangkan pasal 14 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar ( Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, Pendidikan Menengah atau Sekolah Menengah Tingkat Atas). Pendidikan Tinggi ( Diploma, Sarjana, Megister, Spesialis, dan Doktor)
1. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup bermasyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah ( pasal 13 ). Warga negara yang berumur enam tahun berhak mengikuti pendidikan dasar, sedangkan yang berumur tujuh tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar sampai tamat. Pendidikan wajib belajar ditetapkan dengan peraturan pemerintah (pasal 14). Pendidikan dasar merupakan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
2. Pendidikan Menengah
Pendidikan Menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja dan pendidikan tinggi. Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat. (pasal 15).
3. Pendidikan Tinggi
Pendidikan Tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi.
2.4 Kerangka Konsep




= Diteliti
= Tidak teliti
Gambar 1.2 Kerangka Konseptual

2.4 Kerangka Operasional


Gambar 1.3 Kerangka Operasional
2.5 Hipotesa Penelitian
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/ lemah kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/ teori. Dengan demikian hipótesis berarti pernyataan yang perlu diuji kebenarannya. (Hastono,2006)
Dalam pengujian hipótesis dijumpai dua jenis hipótesis yaitu hipótesis nol (Ho) dan hipótesis (Ha), berikut akan diuraikan lebih jelas tentang masing – masing hipótesis tersebut.
a. Hipótesis Nol ( Ho)
Hipótesis yang menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipótesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara varibel satu dengan variable lainnya.
b. Hipótesis Alternatif (Ha)
Hipótesis yang menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipótesis yang menyatakan ada hubungan antara varibel satu dengan variable lainnya.
Hipotesis yang digunakan oleh peneliti adalah Hipotesis Alternatif yaitu Ada Hubungan antara Pendidikan Ibu hamil dengan Kejadian Anemia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat peneliti sebagai ancer-ancer kegiatan yang akan dilaksanakan (Arikunto, 2002)
Desain penelitian ini adalah desain penelitian korelasi dengan pendekatan secara cross sectional, yaitu suatu penelitian di mana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005).
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Metode penelitian analitik adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat suatu hubungan atau analisa tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2002). Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian analitik untuk suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan membuat hubungan atau analisa yang menghubungkan variabel-variabel penelitian tentang Hubungan Pendidikan Ibu hamil dengan kejadian Anemia di Desa Cerme, Kecamatan Cerme, Kabupaten Bondowoso.
3.3 Lokasi dan waktu Penelitian
Lokasi penelitian : Di Desa Cermee, Puskesmas Cerme Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso.
Waktu penelitian : Bulan April – Mei 2010

3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Adalah subyek yang hendak diteliti dan memiliki sifat-sifat yang sama menurut (Notoatmodjo, 2002). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di Desa Cerme, Kecamatan Cerme, Kabupaten Bondowoso sebanyak 121 orang.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Notoatmodjo, 2005 : 79). Menurut Zainudin M., 2000 yang diadopsi oleh Nursalam, menentukan besar sampel bila jumlah kurang dari 1000 dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
N
n =
1+ N (d)2
Keterangan :
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat Signifikan
Maka besarnya sampel :
121
n =
1 + 121 (0.05)2

n = 93 orang
Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 93 orang
3.5 Teknik Sampling
Teknik Sampling adalah teknik atau cara pengambilan sampel sehingga dapat mewakili populasi. Pada penelitian ini teknik yang digunakan adalah simple random sampling atau acak sederhana. Yakni dengan memberi nomor urut pada populasi no. 1 – 121, kemudian menyiapkan tabel random dan dilakukan pengundian anggota populasi sebanyak sampel yang diambil 93 Orang (Notoatmodjo, 2005).
3.6 Kriteria Sampel
3.6.1 Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. (Nursalam, 2003 : 96)
1. Ibu hamil yang berada dalam wilayah posyandu Desa Cerme, Kecamatan Cerme, Kabupaten Bondowoso.
2. Ibu yang bersedia menjadi Responden
3. Ibu hamil dimulai dari trimester I, trimester II, dan trimester III.
3.7 Variabel Penelitian
Variabel Independen atau bebas adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependen (Arikunto, 2002). Variabel independen pada penelitian ini adalah Pengetahuan ibu tentang pendidikan Ibu hamil dan Variabel dependennya adalah Kejadian Anemia

Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel yang diteliti Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor
Pendidikan Ibu hamil Ijazah terakhir yang diperoleh ibu hamil Ibu yang mempunyai ijazah Pendidikan bila rendah terdiri dari :
SD
SLTP/SLTA
SMA, dan bila pendidikan tinggi
Perguruan Tinggi( dikutip Andrew E.Sikula dalam Mangkunega ra (2003:50) cheklistNominal Bila pendidikan rendah skor 1 Pendidikan tinggi 0.
Kejadian Anemia Hasil Pemeriksaan kadar Hb ibu hamil yang diambil dari register pada bulan terakhir Ibu hamil yang tidak anemia yaitu Hb 12 %gr – 11,5 % gr, Bila ibu anemia kadar Hb kurang dari 11%gr. cheklist Ordinal - Bila Ibu tidak anemia maka skornya 0, bila ibu anemia 1

3.8 Pengumpulan Data
Setelah sampel ditentukan, peneliti dibantu oleh kader mengumpulkan responden di posyandu. Setelah responden terkumpul peneliti melakukan tanya jawab langsung dan observasi dengan menggunakan cheklist. Sebelumnya peneliti menjelaskan maksud dari penelitian dan meminta responden untuk mengisi lembar persetujuan. Kemudian peneliti melakukan pemeriksaan Hb kemudian data dikumpulkan untuk selanjutnya ditabulasikan.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam Pengumpulan Data pada Penelitian ini meliputi :
3.8.1 Langkah Persiapan
1. Mempersiapkan Instrumen Penelitian
2. Melakukan penjajakan kepada responden untuk kemungkinan dilakukan penelitian
3. Menentukan waktu untuk melaksanakan penelitian.
3.8.2 Langkah Pelaksanaan
Setelah dilakukan Persiapan penelitian maka dilakukan Pelaksanaan penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Memperbanyak kuesioner.
2. Membagikan kuesioner kepada responden.
3. Menetapkan subjek penelitian dengan jumlah 93 responden yang diambil secara kebetulan ada.
4. Setelah didapatkan subjek dengan jumlah 93 responden, jawaban akan dianalisis.
5. Setelah kuesioner diisi maka diperoleh data yang kemudian dilakukan tabulasi data yang didapatkan dari hasil kuesioner tersebut.
6. Kemudian dilakukan analisis data berdasarkan data yang diperoleh.
3.9 Alat Ukur
Dalam penelitian ini, alat-alat yang digunakan adalah berupa angket / kuesioner yang berupa daftar pertanyaan tertutup.. (Arikunto.S.2006 : 171)
3.10 Pengolahan Data
Langkah-langkah dalam pengolahan data peneliti adalah :
a. Editing
Meneliti kembali angket mengenai kelengkapan dan relevansi jawaban
b. Koding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Misalnya untuk variabel pendididkan dilakukan koding jika Pendidikan rendah yaitu SD, SLTP, SMA nilainya , dan Bila pendidikan tinggi nilainya 0, dan Kemudian untuk Variabel Anemia, Jika Anemia maka nilain 1, dan jika tidak anemia maka nilainya 0. Tabulasi Data yang bersifat kuantitatif yang berwujud angka – angka hasil perhitungan akan diproses dengan cara tabulasi, selanjutnya dilakukan pengantar yang distribusi frekuensi menggunakan rumus :
X
P = x 100
Y
Keterangan :
P : Prosentase
X : Jawaban benar yang dipilih oleh responden
Y : Jumlah seluruh pertanyaan
Selanjutnya dimasukkan pada kriteria obyektif sebagai berikut :
76% - 100% ( A ) : Baik
56% - 75% ( B ) : Cukup
≤ 56% ( C ) : Kurang
(Arikunto.S.2005 : 245)
3.11 Penyajian Data
Untuk memudahkan dalam proses perhitungan maka data yang diperoleh dimasukkan dalam tabel tabulasi data .
3.12 Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah peneliti menggunakan analisa data ( analitik) yaitu Interprestasi guna mencari makna data hasil penelitian dengan jalan tidak hanya menjelaskan / menganalisa data hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan inferensi ( generalisasi ) dari data yang diperoleh dengan teori – teori yang relevan dengan hasil – hasil penelitian tersebut. Untuk analisis hubungan dua variabel ( analisis bivariat ). Uji kai kuadrat (chi square ) hanya dapat dipakai untuk mengetahui hubungan data kategori dengan data kategori.(Sutanto,2006)
Sedangkan uji statistik yang digunakan adalah Uji Kai kuadrat (chi square). Ujikai kuadart adalah membandingkan frekuensi yang menjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Pembuktian dengan uji kai kuadrat dengan menggunakan formula :
Df = ( K – 1 )( n – 1 )
Ket :
O = Nilai observasi
E = Nilai ekspektasi ( harapan )
K = Jumlah kolom
B = Jumlah baru
Untuk mempermudah analisis kai kuadrat ( chi square ), nilai data kedua variabel disajikan dalam bentuk tabel silang.
3.13 Etika penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan survey lapangan dan mengajukan permohonan ijin kepada tempat penelitian, melalui surat ijin permohonan dari institusi, dengan menekankan masalah etika:
3.13.1 Lembar Permohonan Penelitian
Diberikan kepada responden sebagai permohonan dari peneliti agar peserta responden mengetahui tentang apa, siapa, dan tujuan dari peneliti.
3.13.2 Inform Consent
Responden yang bersedia diteliti harus mendatangani lembar persetujuan, jika menolak peneliti tidak akan memaksa.
3.13.3 Anomity ( Tanpa nama )
Dalam menjaga kerahasiaan identitas respondes peneliti tidak mencamtumkan nama lengkap responden pada lembar pengumpulan data, tetapi cukup dengan inisial dan pemberian kode.
3.13.4 Confidientiality ( Kerahasiaan )
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin oleh peneliti.
3.14 Keterbatasan
3.14.1 Keterbatasan Alat Ukur
Instrumen yang digunakan belum di ukur validitas dan rehabilitasnya sehingga hasilnya kurang masksimal.
3.14.2 Keterangan Sampel
Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya yang di miliki oleh peneliti mengambil sampel yang hanya memiliki kriteria inklusi.
3.14.3 Kemampuan Peneliti
Keterbatasan kemapuan peneliti dalam kerangka pembuatan konsep dan mendapatkan literatur, sehingga akan mempengaruhi hasil dari penelitian yang kurang memuaskan.
3.14.4 Waktu
Waktu yang digunakan peneliti pun terbatas dan akan mempengaruhi jumlah sampel yang di dapat sehingga hasilnya kurang maksimal dan kurang sempurna hal ini akan mempengaruhi hasil dari penelitian yang kurang memuaskan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang dilaksanakan di puskesmas pembantu di Desa Cerme, Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso pada bulan April sampai dengan Mei tahun 2010. Hasil yang di dapat berupa data umum dan data khusus kemudian dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu hasil penelitian Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia dan Hasil penelitian adanya anemia itu sendiri di Desa Cerme Kecamatan Cerme, Kabupaten Bondowoso. Hasil Penelitian yang meliputi pengumpulan dan pengolahan data yang sudah diperoleh kemudian dikoding dan diskorsing kemudian dimasukan dalam tabel distribusi frekuensi dari data tersebut.
4.1.1 Data Umum
Pada data umum ini ditampilkan gambaran umum wilayah penelitian dan karakteristik lokasi penelitian.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan kelompok umur ibu hamil di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso Tahun 2010.
Kelompok Umur Jumlah Persentase

19-22 Th 31 33,3 %
23-26 Th 36 38,7 %
27-30 Th 20 21,5 %
31-34 Th 6 6,5 %
Jumlah 93 100 %

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 93 responden sebagian besar berada pada kelompok umur 23 sampai dengan 26 tahun, yaitu sebanyak 36 responden (38,7 %), sedangkan sebagian terkecil berada pada kelompok umur 31-34 tahun, yaitu sebanyak 6 responden (6,5 %).
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan ibu hamil di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso Tahun 2010.
Pekerjaan Jumlah Persentase
Tidak Bekerja 14 47,3 %
Buruh Tani 11 15,1 %
Tani 12 11,8 %
Buruh 9 12,9 %
Wiraswasta 3 9,7 %
PNS 3,2 %
Jumlah 93 100 %

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 93 responden sebagian besar tidak bekerja, yaitu sebanyak 44 responden (43,7 %), dan sebagian terkecil bekerja sebagai PNS, yaitu sebanyak 3 responden (3,2 %).
4.1.2 Data Khusus
Pada data khusus ini akan ditampilkan distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu hamil, tingkat anemia dan hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan kejadian anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso Tahun 2010.
a. Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu hamil di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso Tahun 2010.
Pendidikan Jumlah Persentase
Tinggi 63 67,7 %
Rendah 30 32,3 %
Jumlah 93 100 %

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 93 responden yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 63 responden (67,7 %), sedangkan yang mempunyai pendidikan rendah sebanyak 30 responden (32,3 %).
b. Kejadian Anemia
Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan tingkat anemia Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso Tahun 2010.
Anemia Jumlah Persentase
Tidak 59 63,4 %
Ya 34 36,6 %
Jumlah 93 100 %
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 93 responden yang mengalami anemia sebanyak 59 responden (63,4 %), sedangkan yang tidak anemia sebanyak 34 responden ( 36,6 %).
c. Hubungan Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 93 responden, 48,4 % (45 responden) mempunyai pendidikan tinggi dan tidak mengalami anemia, 19,4 % (18 responden) mempunyai pendidikan tinggi dan mengalami anemia, 17,2 % (16 responden) mempunyai pendidikan rendah dan mengalami anemia, 15,1 % (14 responden) mempunyai pendidikan rendah dan tidak mengalami anemia. Berdasarkan uji statistik Chi-Square ( 2) dengan = 0,037 pada tingkat kemaknaan α = 0,05 didapatkan bahwa H0 ditolak, artinya ada hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan kejadian anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
4.2 Pembahasan
Pada pembahasan ini akan dibahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan pada ibu hamil di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso yang meliputi tingkat pendidikan ibu hamil tentang kejadian anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso serta hubungan antara tingkat pendidikan dengan Kejadian Anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
4.2.1 Tingkat Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia Di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 93 responden yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 63 responden (67,7 %), sedangkan yang mempunyai pendidikan rendah sebanyak 30 responden (32,3 %).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar responden yang mempunyai pendapatan keluarga rendah, berasal dari responden yang berpendidikan rendah. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar ibu hamil di Desa Cerme, Kecamatan Cerme mengalami anemia. Fakta di lapangan ini, sesuai dengan teori yang telah disebutkan di bab sebelumnya banyak wanita hamil yang mengalami anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Menurut teori (Arikunto,2002) disebutkan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah pendidikan yang rendah. Kita semua tahu bahwa di Indonesia yang masih merupakan negara berkembang memiliki angka kemiskinan yang tinggi yang disebabkan karena sebagian besar penduduknya memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah..
Sehingga jenis pekerjaan yang bisa dilakukan adalah pekerjaan yang mempunyai pendapatan kecil. Karena pendapatannya kecil, sehingga kebutuhan hidup tidak dapat dipenuhi secara optimal. Karena itu lebih banyak orang miskin di Indonesia. Seandainya disebuah keluarga miskin ada seorang ibu hamil, karena penghasilannya sangat kecil, maka nutrisi untuk ibu hamil tersebut kurang terpenuhi. Akibatnya ibu hamil dengan kejadian anemia lebih banyak terjadi. Jumlah ini memang tidak signifikan, tetapi menurut peneliti setidaknya faktor pendidikan rendah juga mempunyai peranan terhadap alasan mengapa jumlah ibu hamil mengalami anemia cukup tinggi.
4.2.2 Tingkat Kejadian Anemia Di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 93 responden yang mengalami anemia sebanyak 59 responden (63,4 %), sedangkan yang tidak anemia sebanyak 34 responden (36,6 %).
Berdasarkan hasil penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa jumlah ibu hamil yang mengalami anemia sebesar 59 responden (63,4%) dari total responden. Angka ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh (Wiknjosastro, 2008) bahwa di Indonesia frekuensi anemia dalam kehamilan sebesar 18,5 % sedangkan di dunia rata-rata berkisar antara 10 % sampai dengan 20 %. Dari jumlah ibu hamil yang anemia, yaitu sebesar 63,4 % dari total responden telah masuk dalam kategori anemia dalam kehamilan, karena Hb ibu tersebut kurang dari 11 g %. Jika Hb kurang dari 12 g % dan di atas 11 g % menurut Wiknjosastro disebut pseudoanemia atau disebut juga anemia fisiologis pada kehamilan. Teori ini terbukti pada penelitian ini, yaitu hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil yang mempunyai Hb di atas 12 g % sangatlah kecil. Hal ini merupakan fakta yang sangat menakutkan bagi kita semua, karena kita tahu besarnya resiko yang dapat ditimbulkan oleh kejadian anemia pada ibu hamil. Sehingga pemerintah beberapa kali memberikan solusi – solusi yang terbaik, dan aman untuk menanggulangi kejadian anemia terutama pada ibu hamil. Misalnya memberikan tablet Fe pada setiap ibu hamil untuk menjaga kadar hemoglobin ibu tetap normal dan tidak terjadi anemia.
4.2.3 Hubungan Pendidikan Ibu hamil dengan Kejadian Anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 93 responden, 48,4 % (45 responden) mempunyai pendidikan tinggi dan tidak mengalami anemia, 19,4 % (18 responden) mempunyai pendidikan rendah dan mengalami anemia, 17,2 % (16 responden) mempunyai pendidikan rendah dan mengalami anemia, 15,1 % (14 responden) mempunyai pendidikan rendah dan tidak mengalami anemia. Berdasarkan uji statistik Chi-Square ( 2) dengan = 0,037 pada tingkat kemaknaan α = 0,05 didapatkan bahwa H0 ditolak, artinya ada hubungan antara pendidikan ibu hamil dengan kejadian anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso. Hal ini sejalan dengan teori yang disebutkan pada bab sebelumnya bahwa rendahnya pendidikan ibu hamil mempengaruhi kejadian anemia pada kehamilan. (Mochtar, 1998) menyebutkan bahwa penyebab anemia dalam kehamilan antara lain adalah kurang gizi (malnutrisi) dan kurang zat besi dalam diit. Pendapat ini dibuktikan pada penelitian ini, bahwa ibu hamil yang mempunyai pendidikan rendah lebih rentan mengalami anemia dalam kehamilannya. Alasannya adalah ibu hamil yang pendidikan rendah, mempunyai pekerjaan yang penghasilan rendah sehingga perhatiannya dalam pemenuhan nutrisi terutama zat besi menjadi kurang, sehingga terjadilah anemia pada ibu hamil tersebut.
Meski hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat signifikansi hubungan antara pendidikan rendah dengan anemia sangat tinggi, bukan berarti pendidikan merupakan faktor satu-satunya yang menyebabkan terjadinya anemia pada kehamilan. Masih ada faktor – faktor umum lainya yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia pada kehamilan antara lain: lingkungan yang tidak bersih, usia kehamilan yang memasuki masa aterm. Kemudian ada faktor faktor khusus yang bisa menyebabkan anemia seperti kurangnya sumber makanan dalam pembentukan darah, kurangnya kemampuan absorsi usus halus.
Dari uraian di atas maka jelas terdapat masalah yang aktual, yaitu tingginya angka persentase ibu hamil yang anemia dan diperparah dengan tingginya angka persentase ibu hamil yang mempunyai pendidikan rendah. Sedangkan hubungan antara pendidikan rendah dengan kejadian anemia ternyata signifikan. Untuk mengatasi masalah anemia pada kehamilan, sebenarnya pemerintah sudah lama melaksanakan program untuk pencegahan yaitu dengan memberikan tablet fe pada setiap ibu hamil melalui sarana pelayanan kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia. Hanya saja mungkin program ini tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Maka kita semua harus membantu program pemerintah ini dengan berbagai cara dan metode. Metode terbaik yang diusulkan oleh peneliti, terutama bagi wilayah Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso adalah dengan peningkatan health education pada masyarakat luas, terutama pada ibu hamil dan keluarganya. Harapannya adalah setelah kita semua berusaha maka jumlah angka anemia dalam kehamilan dapat ditekan sehingga komplikasi-komplikasi maupun penyulit yang diakibatkan oleh anemia bisa diturunkan prevalensinya.
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini akan dibahas tentang kesimpulan tentang hasil penelitian Hubungan Pendidikan Ibu hamil dengan Kejadian Anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme, Kabupaten Bondowoso tahun 2010 dan saran bagi peneliti selanjutnya, bagi masyarakat dan bagi petugas kesehatan atau puasat kesehatan masyarakat.
5.1 Kesimpulan
Hasil Penelitian yang telah dilakukan yaitu tentang adakah Hubungan Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso pada bulan April 2010 sampai dengan Mei 2010, dan juga berdasarkan permasalahan dan tujuan dari penelitian yang telah dibahas sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
5.1.1 Sebagian besar ibu hamil yang berada di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 63 responden (67,7 %), sedangkan yang mempunyai pendidikan rendah sebanyak 30 responden (32,3 %).
5.1.2 Sebagian besar ibu hamil yang mengalami anemia yang berada di Desa Cerme Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso yaitu ibu hamil yang berpendidikan rendah yaitu berkisar 59 responden (63,4 %).
5.1.3 Berdasarkan uji statistik Chi- Square (X²) dengan = 0,037 pada tingkat kemaknaan α = 0,05 didapatkan bahwa H0 ditolak, sehingga bisa diketahui bahwa ada Hubungan antara Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di Desa Cerme, Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi peneliti selanjutnya
Dapat digunakan sebagai acuan atau inspirasi untuk penelitian selanjutnya lebih spesifik dengan sampel yang lebih besar sehingga lebih presentif.
5.2.2 Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat
Diharapkan petugas kesehatan dapat lebih sering memeriksa kadar Hemoglobin ibu terutama jika sebelumnya sudah diketahui ibu hamil tersebut berpendidikan rendah sehingga masyarakat lebih waspada dengan kejadian anemia.
5.2.3 Bagi masyarakat
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang pencegahan kejadian anemia pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Adriaansz G. Asuhan Antenatal. Dalam: Prawiharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4.Jakarta: Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI, 2008; 278-87.
Anonymous. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia di PKM
Banjaran. Available from: http://www.one.indoskripsi.com.
Amiruddin A,Wahyuddin.2007. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap Kejadin
Anemia Ibu Hamil di Puskesmas Bantimurung. Available from: http://ridwamiru din.wordpress.com.
Arikunto, S.2002.Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta:Rineka Cipta
Depkes RI.2005.Buku I Standar Pelayanan Kebidanan.Jakarta : Depkes RI.
Hastono, Sutanto Priyo.2006.Modul praktikum Biostatistika.Universitas Indonesia:FKM
Maimunah, Siti.2005.Kamus Istilah Kebidanan.Jakarta:EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede.1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta :EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo.2002.Meteologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:EGC.
Rofiq A.2008. Anemia pada Ibu Hamil.Available from: http://rofiqahmad.wordpress.com
Suheimi, HK.2008.Anemia dalam Kehamilan. Available from : http://yudhim.dagdigdug.
com.


GAGAL GINJAL AKUT

Pengertian
Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya,
dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah (Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )
B. Klasifikasi
1. Gagal Ginjal Akut Prerenal
2. Gagal Ginjal Akut Post Renal
3. Gagal Ginjal Akut Renal
Gagal Ginjal Akut Prerenal;
Gagal ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat
reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Etiologi
1.Penurunan Volume vaskular ;
a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
2. Kenaikan kapasitas vaskular
a. sepsis
b. Blokade ganglion
c. Reaksi anafilaksis.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
a. renjatan kardiogenik
b. Payah jantung kongesti
c. Tamponade jantung
d. Distritmia
e. Emboli paru
f. Infark jantung.
Gagal Ginjal Akut Posrenal
GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya
dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat
juga karena ekstravasasi
Etiologi
1. Obstruksi
a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).
2. Ektravasasi.
Gagal Ginjal Akut Renal
1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
a. Glomerulonefritis
b. Nefrosklerosis
c. Penyakit kolagen
d. Angitis hipersensitif
e. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.
2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA.
Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan
berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana
lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak
difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah
ginjal rusak.
7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin.
8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik.
10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio
urine/serum sering 1:1.
11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM
menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik
pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
Darah :
1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular (
asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial
11. CT.Skan
12. MRI
13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
C. Pengkajian
1. Aktifitas dan istirahat :
a. gejala : Kelitihan kelemahan malaese
b. Tanda : Kelemahan otot dan kehilangan tonus.
2. Sirkulasi.
Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia, hipertensi akibat
kehamilan).
Disritmia jantung.
Nadi lemah/halus hipotensi ortostatik(hipovalemia).
DVI, nadi kuat,Hipervolemia).
Edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum).
Pucat, kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
a. Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,poliuria (kegagalan dini),
atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir)
Disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi).
Abdomen kembung diare atau konstipasi
Riwayat HPB, batu/kalkuli
b. Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah, coklat, berawan.
Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari).
4. Makanan/Cairan
a. Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat badan (dehidrasi).
Mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati
Penggunaan diuretik
b. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, bagian bawah).
5. Neurosensori
a. Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur.
Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”.
b. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,
ketidak seimbangan elektrolit/ asama basa.
Kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.
6. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri tubuh , sakit kepala
b. Tanda : Perilaku berhati-hati/distrkasi, gelisah.
7. Pernafasan
a. Gejala : nafas pendek
b. Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batuk
produktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).
8. Keamanan
a. Gejala : adanya reaksi transfusi
b. Tanda : demam, sepsis(dehidrasi), ptekie atau kulit ekimosis, pruritus, kulit kering.
9. Penyuluhan/Pembelajaran:
Gejala : riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urianrius,
malignansi., riwayat terpapar toksin,(obat, racun lingkungan), Obat nefrotik penggunaan
berulang Contoh : aminoglikosida, amfoterisisn, B,anestetik vasodilator, Tes diagnostik
dengan media kontras radiografik, kondisi yang terjadi bersamaan tumor di saluran
perkemihan, sepsis gram negatif, trauma/cedera kekerasan , perdarahan, cedra listrik,
autoimunDM, gagal jantung/hati.
D. Diagnosa yang Mungkin Muncul :
1. Perubahan kelebihan volume cairan b/d gagal ginjal dengan kelebihan air.
2. Resiko tinggi terhadap menurunnya curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairandan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
katabolisme protein
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet,
anemia.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d depresi pertahanan imunologi.
6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
mengingat.


Free Sms Online

INFO MEDIS

My Acount Virtapay.com

http://www.virtapay.com/r/qun